Batangtorukita.blogspot.com - Ribuan warga yang berunjuk rasa menentang pemasangan pipa limbah
penambangan emas terlibat bentrokan dengan polisi di Desa Sipisang,
Kecamatan Muara Batangtoru, Tapsel, Rabu (5/9) pagi.
Bentrokan pecah saat petugas kepolisian menghadang ribuan massa yang bergerak menuju areal penanaman pipa limbah milik G-Risource Martabe. Polisi yang bersenjata lengkap meminta massa mundur, namun tidak digubris. Massa malah bergerak maju dan melemparkan batu ke arah barikade polisi.
Situasi kian memanas ketika barikade polisi merangsek barisan massa yang didominasi kaum perempuan sembari mengayunkan tongkat dan popor senjata api laras panjangnya.Tindakan represif polisi ini dibalas massa hingga terjadi aksi saling pukul. Teriakan histeris terdengar dari kerumunan massa ketika popor senjata api dan pentungan menghantam warga. Sejumlah ibu-ibupun nekat mencopot baju hingga bertelanjang dada sebagai bentuk protes mereka atas tindakan represif polisi.
Menurut informasi, tiga warga Desa Hutaraja terluka dalam insiden ini. Ketiga korban luka, yakni Hawara, 36,warga Huta Raja; Zainal, 20, warga Huta Raja; dan Syawal, 18, warga Desa Bandar Hapinis.Hawara mengalami luka di bagian kepala karena terkena popor senjata api, dan Zainal mengalami luka di bagian kepala karena dipukul dengan pentungan. Sedangkan Syawal mengalami luka memar pada bagian paha karena terkena peluru karet.
Bentrokan mulai mereda ketika Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Tapsel Komisaris Polisi (Kompol) Zainuddin berbicara dengan massa bahwa kepolisian menjamin tidak ada penanaman pipa dan menahan warga. Dia juga memastikan sebelum ada dialog antara masyarakat dan tambang, pipa tidak bisa dipasang. “Saya menjamin tidak ada warga yang ditahan, dan saya juga menjamin tidak akan ada penanaman pipa sebelum ada dialog masyarakat dengan pihak perusahaan (G-Resource Martabe),”tegasnya.
Lagut Nainggolan,46,warga Desa Mabang I menegaskan, mereka tidak akan membiarkan G-Resource Martabe membuang limbah penambangan emas ke Sungai Batangtoru. Sebab, selama ini ada ribuan warga yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) menggantungkan hidupnya kepada Sungai Batangtoru. Setiap harinya, masyarakat mempergunakan air sungai itu untuk minum, mencuci dan mencari nafkah. Hampir seluruh warga bekerja sebagai petani dan nelayan.
Sementara itu,Manager Komonikasi PT Agincourt Resource Martabe Katarina Hardono mengatakan, insiden ini membuat mereka menunda penanaman pipa pembuangan limbah penambangan emas ke Sungai Batangtoru, sampai permasalahan dengan masyarakat diselesaikan.Saat ini mereka fokus menyakinkan masyarakat bahwa tidak ada dampak yang negatif dari limbah pengelolahan tambang itu dibuang ke sungai.
Menurut dia, sebelum dibuang ke Sungai Batangtoru, limbah penambangan emas ini diolah terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku sehingga aman bagi lingkungan.“Untuk sementara (pemasangan pipa limbah) diundur terlebih dahulu hingga masyarakat memahami bahwa tidak ada dampak negatif yang ditimbulkan,”ujarnya.
Ke depannya,mereka akan melakukan soasialisasi kepada masyarakat.Selanjutnya,untuk lebih memudahkan sosialisasi, dia berharap kepada masyarakat agar dapat menerima.“Saya juga mengharapkan peranan penting pemerintah untuk menyakinkan warga,”ujarnya.
Bupati Tapsel Diminta Selesaikan Konflik
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapsel Awalluddin Sibarani menjelaskan, G-Resource Martabe sudah mendapatkan izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan instalasi pengolahan limbah (Ipal). Izin itu diterbitkan satu paket.
Namun, perusahaan tambang emas yang berkantor pusat di Hong Kong itu belum mendapatkan izin pembuangan limbah cair karena harus menunggu hasil limbahnya. “Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup No 202 tahun 2004, tentang Baku Mutu Air dan Limbah Cair,izin baru bisa diterbitkan setelah ada hasil limbahnya,” ujarnya. Sedangkan peninjauan terhadap limbah dilakukan apabila ditemukan permasalahan. Sebelum ada permasalahan, maka pemerintah daerah tidak bisa melakukan pengecekan.
Dari Medan,Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Utara (Sumut) Nurdin Lubis memerintahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) provinsi segera turun ke Tapsel untuk memeriksa dan meng-awasi apakah limbah tambang emas yang akan dibuang PT G-Resource Martabe dapat mengganggu pencemaran lingkungan. “Informasi itu (penolakan warga) sudah kami terima. Sudah kami tugaskan BLH provinsi untuk ke sana (Tapsel),” kata Nurdin kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut.
Dia berharap Bupati Tapsel Syahrul M Pasaribu ikut aktif memfasilitasi dan memediasi warga yang keberatan dengan kehadiran perusahaan tambang emas tersebut. upaya ini dapat meminimalisasi konflik serta mencegah jatuhnya korban dan kerugian materil. Sejak awal Pemprov Sumut sudah menekankan G-Resource Martabe untuk memperhatikan secara serius dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tambang emas tersebut.
Sebab, aliran limbah nantinya akan dibuang ke Sungai Batangtoru. Dalam beberapa kali pertemuan dengan Bupati Tapsel dan pihak perusahaan pertambangan itu,Pemprov Sumut sudah diyakinkan bahwa sebelum dibuang ke sungai,limbah akan diolah terlebih dulu hingga tidak mencemari lingkungan. Apalagi Sungai Batangtoru masih dimanfaatkan sebagian besar warga untuk untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk itu, pemprov akan mencari tahu akar permasalahannya terlebih dulu sebelum mengambil sikap. Nurdin merasa perlu mendapatkan informasi berimbang baik dari warga yang keberatan maupun dari pihak perusahaan. “Yang jelas pihak perusahaan wajib memenuhi komitmennya untuk meminimalisir dampak lingkungan yang diakibatkan aktivitas pertambangan. Itu komitmen bersama yang dituangkan dalam MoU (memorandum of understanding) antara gubernur, Bupati Tapsel dan perusahaan pertambangan,” imbuhnya.
Mantan Kepala Inspektorat Sumut ini menambahkan, selain masalah pencemaran,juga diingatkan mengenai corporate social responsibility (CSR) yang melibatkan masyarakat sekitar pertambangan. Disepakati pula kepemilikan saham sebesar 5% diserahkan untuk daerah. Dari jumlah tersebut, untuk provinsi 70% dan Tapsel 30%.Untuk itu dibentuk sebuah konsorsium Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk terlibat di dalamnya.
Sementara itu, kalangan DPRD Tapsel menilai Bupati Syahrul M Pasaribu lepas tangan terhadap konflik warga sejumlah desa di Kecamatan Batangtoru dengan perusahaan tambang emas. Anggota DPRD Tapsel Sogot mengatakan, seharusnya pada saat kondisi seperti ini,bupati menjadi penengah sehingga konflik tidak lagi berkelanjutan.
Menurut dia, Syahrul harus cepat mengambil kebijakan yang tentunya tidak merugikan masyarakat maupun tambang. “Pemerintah harus berani,saya yakin apabila pemerintah ikut andil, maka permasalahan ini akan selesai,”ujarnya.
Armen Batubara, anggota Dewan lainnya mengatakan, pemerintah kabupaten terkesan lepas tanggung jawab. Ini dibuktikan tidak adanya solusi yang ditawarkan pemerintah ketika terjadi permasalahan antara warga dan perusahaan pertambangan. “Masyarakat harus diperhatikan, tapi jangan merugikan pihak perusahaan,” ujarnya.
Di tempat terpisah,anggota Komisi D DPRD Sumut Ajib Shah menilai sangat wajar masyarakat khawatir terhadap limbah penambangan emas yang dibuang ke sungai. “Bisa-bisa mereka sakit semua kalau limbah itu dibuang sembarangan ke sungai.Kami minta pengusaha jangan semenamena,” katanya.
Jika memang perusahaan mengklaim sudah memenuhi segala ketentuan yang berlaku, maka harus disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Penolakan yang dilakukan masyarakat saat ini menunjukkan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Masyarakat lebih percaya pada apa yang diyakininya.
Anggota Komisi D lainnya, Budiman Nadapdap menambahkan, persoalan limbah ini memang rumit,apalagi untuk sebuah perusahaan tambang emas.Tahapan-tahapan untuk pembuangan limbah itu harus dilakukan secara benar.“Kalau seperti ini, masyarakat masih menolak dan ketakutan atas limbahnya, maka ada proses yang salah. Perusahaan kita minta memperbaiki itu,”tuturnya.
Menurut dia, dalam konflik masyarakat dengan perusahaan tambang emas, seperti juga di PT Sorik Mas Mining,dipicu persoalan yang sama.Tuntutan masyarakat hanya satu, yakni perusahaan itu tutup dan menghentikan eksplorasinya. Sebab, masyarakat merasa tidak mendapatkan apa pun dari keberadaan perusahaan tambang itu.
“Pemerintah pusat selaku pihak yang menerbitkan kontrak karya dan pemerintah daerah,kami minta duduk bersama. Jangan diamkan persoalan ini berlarut-larut. Potensi konflik ini harus cepat diantisipasi,” pungkasnya
Bentrokan pecah saat petugas kepolisian menghadang ribuan massa yang bergerak menuju areal penanaman pipa limbah milik G-Risource Martabe. Polisi yang bersenjata lengkap meminta massa mundur, namun tidak digubris. Massa malah bergerak maju dan melemparkan batu ke arah barikade polisi.
Situasi kian memanas ketika barikade polisi merangsek barisan massa yang didominasi kaum perempuan sembari mengayunkan tongkat dan popor senjata api laras panjangnya.Tindakan represif polisi ini dibalas massa hingga terjadi aksi saling pukul. Teriakan histeris terdengar dari kerumunan massa ketika popor senjata api dan pentungan menghantam warga. Sejumlah ibu-ibupun nekat mencopot baju hingga bertelanjang dada sebagai bentuk protes mereka atas tindakan represif polisi.
Menurut informasi, tiga warga Desa Hutaraja terluka dalam insiden ini. Ketiga korban luka, yakni Hawara, 36,warga Huta Raja; Zainal, 20, warga Huta Raja; dan Syawal, 18, warga Desa Bandar Hapinis.Hawara mengalami luka di bagian kepala karena terkena popor senjata api, dan Zainal mengalami luka di bagian kepala karena dipukul dengan pentungan. Sedangkan Syawal mengalami luka memar pada bagian paha karena terkena peluru karet.
Bentrokan mulai mereda ketika Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Tapsel Komisaris Polisi (Kompol) Zainuddin berbicara dengan massa bahwa kepolisian menjamin tidak ada penanaman pipa dan menahan warga. Dia juga memastikan sebelum ada dialog antara masyarakat dan tambang, pipa tidak bisa dipasang. “Saya menjamin tidak ada warga yang ditahan, dan saya juga menjamin tidak akan ada penanaman pipa sebelum ada dialog masyarakat dengan pihak perusahaan (G-Resource Martabe),”tegasnya.
Lagut Nainggolan,46,warga Desa Mabang I menegaskan, mereka tidak akan membiarkan G-Resource Martabe membuang limbah penambangan emas ke Sungai Batangtoru. Sebab, selama ini ada ribuan warga yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) menggantungkan hidupnya kepada Sungai Batangtoru. Setiap harinya, masyarakat mempergunakan air sungai itu untuk minum, mencuci dan mencari nafkah. Hampir seluruh warga bekerja sebagai petani dan nelayan.
Sementara itu,Manager Komonikasi PT Agincourt Resource Martabe Katarina Hardono mengatakan, insiden ini membuat mereka menunda penanaman pipa pembuangan limbah penambangan emas ke Sungai Batangtoru, sampai permasalahan dengan masyarakat diselesaikan.Saat ini mereka fokus menyakinkan masyarakat bahwa tidak ada dampak yang negatif dari limbah pengelolahan tambang itu dibuang ke sungai.
Menurut dia, sebelum dibuang ke Sungai Batangtoru, limbah penambangan emas ini diolah terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku sehingga aman bagi lingkungan.“Untuk sementara (pemasangan pipa limbah) diundur terlebih dahulu hingga masyarakat memahami bahwa tidak ada dampak negatif yang ditimbulkan,”ujarnya.
Ke depannya,mereka akan melakukan soasialisasi kepada masyarakat.Selanjutnya,untuk lebih memudahkan sosialisasi, dia berharap kepada masyarakat agar dapat menerima.“Saya juga mengharapkan peranan penting pemerintah untuk menyakinkan warga,”ujarnya.
Bupati Tapsel Diminta Selesaikan Konflik
Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapsel Awalluddin Sibarani menjelaskan, G-Resource Martabe sudah mendapatkan izin analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan instalasi pengolahan limbah (Ipal). Izin itu diterbitkan satu paket.
Namun, perusahaan tambang emas yang berkantor pusat di Hong Kong itu belum mendapatkan izin pembuangan limbah cair karena harus menunggu hasil limbahnya. “Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup No 202 tahun 2004, tentang Baku Mutu Air dan Limbah Cair,izin baru bisa diterbitkan setelah ada hasil limbahnya,” ujarnya. Sedangkan peninjauan terhadap limbah dilakukan apabila ditemukan permasalahan. Sebelum ada permasalahan, maka pemerintah daerah tidak bisa melakukan pengecekan.
Dari Medan,Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumatera Utara (Sumut) Nurdin Lubis memerintahkan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) provinsi segera turun ke Tapsel untuk memeriksa dan meng-awasi apakah limbah tambang emas yang akan dibuang PT G-Resource Martabe dapat mengganggu pencemaran lingkungan. “Informasi itu (penolakan warga) sudah kami terima. Sudah kami tugaskan BLH provinsi untuk ke sana (Tapsel),” kata Nurdin kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut.
Dia berharap Bupati Tapsel Syahrul M Pasaribu ikut aktif memfasilitasi dan memediasi warga yang keberatan dengan kehadiran perusahaan tambang emas tersebut. upaya ini dapat meminimalisasi konflik serta mencegah jatuhnya korban dan kerugian materil. Sejak awal Pemprov Sumut sudah menekankan G-Resource Martabe untuk memperhatikan secara serius dampak lingkungan yang diakibatkan perusahaan tambang emas tersebut.
Sebab, aliran limbah nantinya akan dibuang ke Sungai Batangtoru. Dalam beberapa kali pertemuan dengan Bupati Tapsel dan pihak perusahaan pertambangan itu,Pemprov Sumut sudah diyakinkan bahwa sebelum dibuang ke sungai,limbah akan diolah terlebih dulu hingga tidak mencemari lingkungan. Apalagi Sungai Batangtoru masih dimanfaatkan sebagian besar warga untuk untuk kebutuhan sehari-hari.
Untuk itu, pemprov akan mencari tahu akar permasalahannya terlebih dulu sebelum mengambil sikap. Nurdin merasa perlu mendapatkan informasi berimbang baik dari warga yang keberatan maupun dari pihak perusahaan. “Yang jelas pihak perusahaan wajib memenuhi komitmennya untuk meminimalisir dampak lingkungan yang diakibatkan aktivitas pertambangan. Itu komitmen bersama yang dituangkan dalam MoU (memorandum of understanding) antara gubernur, Bupati Tapsel dan perusahaan pertambangan,” imbuhnya.
Mantan Kepala Inspektorat Sumut ini menambahkan, selain masalah pencemaran,juga diingatkan mengenai corporate social responsibility (CSR) yang melibatkan masyarakat sekitar pertambangan. Disepakati pula kepemilikan saham sebesar 5% diserahkan untuk daerah. Dari jumlah tersebut, untuk provinsi 70% dan Tapsel 30%.Untuk itu dibentuk sebuah konsorsium Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk terlibat di dalamnya.
Sementara itu, kalangan DPRD Tapsel menilai Bupati Syahrul M Pasaribu lepas tangan terhadap konflik warga sejumlah desa di Kecamatan Batangtoru dengan perusahaan tambang emas. Anggota DPRD Tapsel Sogot mengatakan, seharusnya pada saat kondisi seperti ini,bupati menjadi penengah sehingga konflik tidak lagi berkelanjutan.
Menurut dia, Syahrul harus cepat mengambil kebijakan yang tentunya tidak merugikan masyarakat maupun tambang. “Pemerintah harus berani,saya yakin apabila pemerintah ikut andil, maka permasalahan ini akan selesai,”ujarnya.
Armen Batubara, anggota Dewan lainnya mengatakan, pemerintah kabupaten terkesan lepas tanggung jawab. Ini dibuktikan tidak adanya solusi yang ditawarkan pemerintah ketika terjadi permasalahan antara warga dan perusahaan pertambangan. “Masyarakat harus diperhatikan, tapi jangan merugikan pihak perusahaan,” ujarnya.
Di tempat terpisah,anggota Komisi D DPRD Sumut Ajib Shah menilai sangat wajar masyarakat khawatir terhadap limbah penambangan emas yang dibuang ke sungai. “Bisa-bisa mereka sakit semua kalau limbah itu dibuang sembarangan ke sungai.Kami minta pengusaha jangan semenamena,” katanya.
Jika memang perusahaan mengklaim sudah memenuhi segala ketentuan yang berlaku, maka harus disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Penolakan yang dilakukan masyarakat saat ini menunjukkan sosialisasi tidak berjalan dengan baik. Masyarakat lebih percaya pada apa yang diyakininya.
Anggota Komisi D lainnya, Budiman Nadapdap menambahkan, persoalan limbah ini memang rumit,apalagi untuk sebuah perusahaan tambang emas.Tahapan-tahapan untuk pembuangan limbah itu harus dilakukan secara benar.“Kalau seperti ini, masyarakat masih menolak dan ketakutan atas limbahnya, maka ada proses yang salah. Perusahaan kita minta memperbaiki itu,”tuturnya.
Menurut dia, dalam konflik masyarakat dengan perusahaan tambang emas, seperti juga di PT Sorik Mas Mining,dipicu persoalan yang sama.Tuntutan masyarakat hanya satu, yakni perusahaan itu tutup dan menghentikan eksplorasinya. Sebab, masyarakat merasa tidak mendapatkan apa pun dari keberadaan perusahaan tambang itu.
“Pemerintah pusat selaku pihak yang menerbitkan kontrak karya dan pemerintah daerah,kami minta duduk bersama. Jangan diamkan persoalan ini berlarut-larut. Potensi konflik ini harus cepat diantisipasi,” pungkasnya
0 komentar:
Posting Komentar